suaraanakkolong.co.id – Tanggal 5 Oktober 1945 menjadi salah satu momen bersejarah bagi bangsa Indonesia dengan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI). Kala itu, eksistensi institusi pertahanan negara ini tidak langsung berdiri dengan nama TNI. Mulanya, bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR). BKR merupakan bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) yang didirikan di Jakarta pada Agustus 1945.
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, kebutuhan akan pertahanan negara semakin mendesak. Pada 22 Agustus 1945, dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR), sebuah organisasi semi-militer yang bersifat sukarela.
Selain itu, BKR bertugas untuk melakukan pemeliharaan keamanan bersama rakyat dan badan negara yang baru terbentuk setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan oleh sang Proklamator Soekarno-Hatta. Dalam buku “Perlindungan Penduduk Sipil Dalam Perlawanan Rakyat Semesta dan Hukum Internasional” (1992) karya F Sugeng Istanto.
Namun, karena situasi semakin genting akibat agresi Belanda, pada 5 Oktober 1945 BKR resmi ditransformasikan menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Inilah tonggak awal yang kemudian diperingati sebagai Hari Jadi TNI setiap tanggal 5 Oktober.
Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Letjen Oerip Sumohardjo bersama para perwira TKR. (foto istimewa, Museum Dharma Wiratama Purwokerto)
BKR dibentuk pada 22 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan diumumkan secara resmi oleh Presiden Soekarno pada 23 Agustus 1945. Setelah BKR diresmikan, para pemuda dan mantan anggota Pembela Tanah Air (PETA) yaitu Kaprawi, Sutaklasana, Latief Hendraningrat, Arifin Abdurrachman, Machmud dan Zulkifli Lubis, berhasil merumuskan struktur BKR sesuai dengan teritorial pendudukan Jepang.
Kendati diusulkan dari kalangan pemuda, ternyata sebagian pemuda tidak setuju dengan BKR. Mereka membentuk badan perjuangan sendiri, misalnya, Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia di Bandung, Angkatan Muda Indonesia di Surabaya, Balai Penerangan Pemuda Indonesia di Padang, dan masih banyak lainnya.
Alhasil, BKR sendiri hanya berusia seumur jagung sebelum diganti menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pembentukan TKR merupakan angkatan perang pertama yang didirikan Pemerintah Indonesia pada 5 Oktober 1945. Pembentukan TKR bertujuan untuk mengatasi situasi yang mulai tidak aman karena tentara Sekutu kembali datang ke Indonesia.
Berdirinya TKR berawal dari penerbitan maklumat tentang pembentukan tentara kebangsaan. Wakil Presiden pertama Drs. Mohammad Hatta kemudian memanggil mantan perwira KNIL (Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger yang merupakan tentara kerajaan Hindia Belanda), Urip Sumohardjo untuk menyusun organisasi tentara.
Markas tertinggi TKR awalnya ditetapkan di Purwokerto, namun setelah menerima berbagai saran dan pertimbangan strategi dari Urip Sumohardjo, markas tertinggi dipindahkan ke Yogyakarta. Saat ini markas tersebut telah menjadi Museum Dharma Wiratama.
Selanjutnya, pada 6 Oktober 1945, pemerintah mengangkat Supriyadi, tokoh PETA, organisasi buatan Jepang, untuk menjadi Menteri Keamanan Rakyat. TKR menjadi TRI Pada 26 Januari 1946, secara otomatis nama TKR secara resmi berubah menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI).
Hal ini berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor 4/SD Tahun 1946. Perubahan nama ini didasari dengan banyaknya laskar-laskar perjuangan dan barisan bersenjata yang dibentuk oleh rakyat Indonesia di daerah masing-masing. Untuk itu, Pemerintah Indonesia ingin menegaskan bahwa satu-satunya organisasi militer di Indonesia adalah TRI. Namun demikian, TRI juga tidak berlangsung lama, pada 3 Juni 1947, Presiden Soekarno kembali mengubah nama TRI menjadi TNI.
TNI merupakan hasil peleburan dari berbagai laskar perjuangan dan barisan bersenjata TRI. Eksistensi TNI Setelah berdiri, kiprah TNI langsung diuji dengan munculnya berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri, TNI menghadapi tantangan dari dimensi politik maupun militer.
Rongrongan politik bersumber dari golongan komunis yang ingin menempatkan TNI di bawah pengaruh mereka. Sedangkan tantangan berdimensi militer, terjadi ketika TNI menghadapi pergolakan bersenjata di beberapa daerah dan pemberontakan PKI di Madiun, serta Darul Islam (DI) di Jawa Barat dan Sumatera Timur.
Seiring waktu, angkatan perang dan institusi kepolisian kemudian disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republika Indonesia (ABRI) pada 1962. Menyatunya kekuatan angkatan bersenjata di bawah satu komando saat itu diharapkan dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya.
Namun demikian, setelah ABRI muncul, tantangan kembali datang. Puncaknya ketika terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) pada 1965. Waktu pun berlanjut, dan ABRI menghadapi sejumlah peristiwa. Hingga, pada pergolakan politik di Tanah Air pada 1998 yang berimbas pada institusi ABRI.
Pada 1 April 1999, Pemerintah Indonesia resmi memisahkan unsur yang ada di dalam ABRI, yakni TNI dan Polri. Kedua institusi ini kemudian menjalankan roda organisasinya secara masing-masing, sesuai dengan semangat reformasi dan tuntutan mahasiswa pada bulan Mei 1998.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan komponen utama pertahanan negara. Lahir dari perjuangan rakyat yang berani melawan penjajah, TNI kini berkembang menjadi salah satu kekuatan militer yang disegani di kawasan Asia dan belahan dunia lainnya.
Sejarah TNI penuh dengan dinamika, mulai dari masa awal pembentukan hingga modernisasi yang terus dilakukan. Pada masa revolusi fisik, TNI terlibat dalam berbagai pertempuran melawan Belanda, seperti Pertempuran 10 November di Surabaya, Agresi Militer I dan II, serta Serangan Umum 1 Maret 1949.
Peran TNI sangat vital dalam menjaga keberlangsungan Republik Indonesia yang baru lahir. Selain melawan Belanda dan merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda, TNI juga menghadapi berbagai pemberontakan dalam negeri, seperti PKI Madiun 1948, DI/TII, dan G30S/PKI 1965.
Memasuki era reformasi, TNI mengalami perubahan besar dengan dihapuskan Doktrin Dwifungsi ABRI, dan mengembalikan peran dan fungsi TNI secara murni pada bidang pertahanan. TNI kemudian berfokus pada modernisasi alutsista, peningkatan profesionalisme, dan keterlibatan dalam misi perdamaian dunia di bawah bendera PBB.
Sejarah TNI adalah kisah panjang perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan. Dari PETA, BKR, TKR, hingga TNI, tentara Indonesia lahir dari rakyat dan berjuang bersama rakyat. Setiap 5 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Jadi TNI sebagai bentuk penghormatan atas pengorbanan para pejuang dan komitmen menjaga kedaulatan NKRI.
Pada momen peringatan HUT TNI ke 80 tahun 2025 kali ini, para pejuang kemerdekaan, para Veteran Perang Republik Indonesia, Pejuang angkatan 45 mengingatkan kepada generasi muda Indonesia untuk memahami sejarah secara utuh. Jangan mengadu domba TNI dengan rakyat Indonesia. Jangan menyudutkan TNI, memfitnah TNI, dan jangan sekali-kali melemahkan TNI. Karena sejarah lahirnya TNI penuh dengan perjuangan, nyawa, darah dan air mata.
Pelemahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dapat secara langsung mengancam kedaulatan negara karena TNI adalah pilar utama dalam menjaga kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang. Upaya pelemahan ini, yang menurut beberapa pihak sudah terjadi sejak era Reformasi, akan merusak kemampuan pertahanan negara, membuka celah bagi ancaman, dan melemahkan daya tangkal terhadap berbagai bentuk gangguan militer maupun nonmiliter. (*)
Penulis : Nurman A. Mukmin (Relawan Pembela Tanah Air)
Layanan Aduan dan Hak Jawab
Alamat: Jl. Pangeran Natakusuma Gg. Bambu No.10, Sungai Bangkong, Kec. Pontianak Kota, Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78113
📧 Email: suaraanakkolong.co.id@gmail.com
📱 WhatsApp Admin Office: +62 895-2372-9167
📱 WhatsApp Tim Redaksi: +62 812-5673-5176
Media Sosial Resmi Suara Anak Kolong
📘 Facebook: @suaraanakkolong.co.id
📸 Instagram: @suaraanakkolong.co.id
🎵 TikTok: @suaraanakkolong.co.id
🐦 Twitter (X): @suaraanakkolong
▶️ YouTube: Suara Anak Kolong Channel
🌐 Website: www.suaraanakkolong.co.id








