SUARAANAKKOLONG.CO.ID – Pontianak, 9 April 2025 Bank Kalbar kembali diguncang isu serius. Direktur Utama, Rokidi, resmi mengundurkan diri dari jabatannya. Meski alasan resmi yang disampaikan adalah faktor kesehatan, sejumlah pengamat dan sumber internal menduga ada dinamika besar yang tidak terlihat di permukaan.
Rokidi dikenal sebagai figur profesional yang berhasil membawa Bank Kalbar mencetak berbagai prestasi dalam beberapa tahun terakhir. Namun, pasca Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 14 Maret lalu, tensi politik di balik layar mulai memanas.
Pengamat lembaga keuangan dan perbankan, Norman, menyebut pengunduran diri Rokidi tidak bisa dilepaskan dari tekanan politik yang kian menguat serta konflik internal yang belum terselesaikan. Dalam keterangannya kepada wartawan, ia menggambarkan posisi Dirut Bank Kalbar seperti “berjalan di atas bara api”.
“Bukan soal kinerja, tapi soal arah politik. Setelah Pilkada, kepala daerah berganti. Maka logika politik dan loyalitas pun ikut berubah. Posisi Dirut bank daerah seperti Bank Kalbar sangat rentan digerogoti kepentingan,” kata Norman saat ditemui di Jalan Hijas, Selasa (8/4).
Menurutnya, jabatan strategis seperti Direktur Utama tidak bisa dilepaskan dari tarik-ulur antara profesionalisme dan kepentingan politik pemilik saham mayoritas, yakni Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini diperparah dengan konflik internal yang menyangkut persoalan penyertaan modal dari DPRD, indikasi fraud di beberapa cabang, dan persoalan aset yang mangkrak bertahun-tahun.
“Bukan rahasia lagi bahwa penyertaan modal Bank Kalbar tersandera tarik-ulur politik di legislatif. Sementara di sisi lain, manajemen dikejar target ekspansi dan performa. Di tengah tekanan itu, kasus dugaan penyimpangan di lapangan malah muncul. Ini tekanan berlapis,” paparnya.

“Pak Rokidi orang yang lurus. Tapi justru karena itu, dia dianggap mengganggu status quo. Ada yang merasa terganggu,” ujar sumber tersebut.
Menanggapi kekosongan jabatan, Norman mendesak agar Gubernur Kalbar dan pemegang saham segera bertindak cepat dan tepat. Ia mengingatkan agar proses pengisian jabatan tidak dilakukan secara asal-asalan atau sarat kepentingan.
“Harus segera bentuk pansel bersama OJK, tunjuk Plt, dan jaga independensi proses seleksi. Ini bukan sekadar jabatan kosong, tapi soal kepercayaan publik dan keberlangsungan ekonomi daerah,” tegasnya.
Norman menambahkan, kegagalan menjaga stabilitas di tubuh Bank Kalbar bisa berdampak sistemik bagi kepercayaan investor lokal dan nasabah ritel. Apalagi, bank daerah ini menjadi tumpuan likuiditas APBD dan keuangan berbagai institusi publik di Kalimantan Barat.
“Kalau publik kehilangan kepercayaan, efeknya bukan hanya ke Bank Kalbar, tapi ke seluruh sistem ekonomi daerah. Ini bukan waktu untuk bermain politik,” pungkasnya.
Editor: Amarizar.MD
Red. Denny Purwanto








