suaraanakkolong.co.id (27/10/2025)
Pontianak – Korupsi itu dapat menghancurkan sebuah negara, dan alasannya sederhana saja, yakni karena keputusan-penting diambil berdasarkan pertimbangan pribadi, tanpa memperhitungkan akibatnya bagi public.
Menurut Frisch, mantan direktur Jenderal Pembangunan Komisi Eropa, mengatakan bahwa korupsi memperbesar pengeluaran untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara (dan memperbesar biaya cicilan hutang di masa datang), menurunkan standar, karena barang yang diserahkan adalah barang dengan mutu di bawah standard dan teknologi yang tidak cocok atau tidak perlu, dan menyebabkan proyekproyek dipilih berdasarkan kemampuan menyerap tenaga kerja yang bermanfaat bagi pembangunan. (Dieter Frisch dalam makalahnya “The Effects of Coruption on Development, 1994)
Frisch menunjukkan bahwa bila sebuah Negara memperbesar utangnya agar dapat melaksanakan proyek-proyek yang tidak layak dari segi ekonomi, utang tambahan itu tidak saja mencakup 10 hingga 20 persen biaya tambahan yang timbul karena korupsi, tetapi seluruh investasi dalam arti 100 persen investasi, dilakukan atas dasar keputusan yang tidak jujur untuk melaksanakan proyek-proyek yang tidak produktif dan tidak perlu.
Jika tidak dapat dikendalikan, korupsi dapat mengancam lembaga-lembaga demokrasi dan ekonomi pasar. Dalam lingkungan yang korup, sumber daya akan disalurkan ke bidang-bidang tidak produktif.
Karena kelompok elite akan selalu berusaha melindungi diri mereka, kedudukan, dan harta kekayaan mereka. Undang-undang akan dibuat tidak berdasarkan sumber daya yang seharusnya, yang dapat digunakan untuk pembangunan sosial-ekonomi, tapi dibelokkan untuk kegiatan yang kurang bermanfaat bagi masyarakat.
Ini pada gilirannya dapat memperlemah lembaga-lembaga demokrasi karena korupsi, bukan investasi, menjadi sumber utama untuk memperoleh keuntungan pribadi. Ini akan menggoyahkan landasan keabsahan pemerintah, dan pada akhirnya menggoyahkan keabsahan Negara.
“Tidak adanya peraturan yang transparan, dan ditegakkan seperti seharusnya, adalah sebab utama mengapa orang-orang Indonesia yang memiliki kemampuan sumber daya manusia yang ahli dibidangnya, tidak diberi ruang untuk muncul di jabatan straregis, baik di daerah maupun di tingkat pusat.
Di dalam masyarakat seperti itu, semua orang bermain menurut aturan permainan yang sama. Semua memiliki kebebasan untuk melakukan pelanggaran tanpa khawatir akan dicekik oleh peraturan. Seolah-olah hukum dapat dibeli di negara ini. Karena itulah sebabnya, mengapa orang Indonesia banyak yang berhasil di luar negeri tapi gagal di negara mereka sendiri. Inilah kisah yang memilukan di abad ini.
Kompleksitas prosedur hukum, intervensi pihak lain, dan lemahnya kesadaran hukum di masyarakat, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) seperti kurangnya profesionalisme dan integritas penegak hukum, menyebabkan lambatnya penegakan hukum di daerah seperti di Kalimantan Barat.
Selain itu, praktik korupsi, nepotisme, dan ketidakpatuhan terhadap prosedur juga memperlambat proses penegakan hukum. Faktor-faktor yang menyebabkan penegakan hukum lambat, antara lain : Keterbatasan Sumber Daya Manusia, Kualitas profesional dan etika yang rendah, Kurangnya profesionalisme, integritas, dan komitmen pada penegak hukum sering kali dipengaruhi oleh moralitas yang rendah dan melekatnya budaya korupsi di tubuh aparat penegak hukum.
Negara kita merupakan negara hukum. Semua praktik kehidupan berbangsa dan bernegara harus berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku. Hukum hadir dengan fungsi utama mengatur tata pergaulan sosial agar kehidupan berjalan dengan tertib dan adil.
Mengapa aturan hukum sangat diperlukan? Karena manusia, dengan berbagai kepentingan pribadinya, memiliki selera yang berbeda-beda. Ketika manusia berusaha mewujudkan kepentingan tersebut tanpa aturan yang jelas, kehidupan sosial akan menjadi kacau dan tidak tertata, bahkan anarkistis.
Tidak hanya itu, hukum juga memberikan sanksi bagi pelanggar aturan perundangundangan. Sanksi hukum berfungsi sebagai peringatan agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali, baik oleh pelaku yang sama maupun orang lain. Dengan demikian, hukum bertindak sebagai pilar utama penegak keadilan dan ketertiban dalam masyarakat.
Ada keterbatasan dalam kapasitas, kompetensi, dan integritas dari aparat penegak hukum. Kompleksitas Prosedur Hukum, Prosedur yang rumit, Sistem peradilan yang rumit dan prosedur yang panjang dapat membuat masyarakat sulit mengakses keadilan.
Kurangnya penerapan prinsip “the right man in the right place”: Penempatan orang yang tidak tepat pada posisi yang tepat menyebabkan hambatan dalam proses penegakan hukum.
Intervensi dan pengaruh pihak luar seperti mafia kasus (markus), Intervensi dari tokoh politik tertentu, adanya campur tangan dari pihak yang berkuasa atau tokoh masyarakat yang berpengaruh, menjadi hambatan dan penghalang dalam penegakan hukum disuatu Kalimantan Barat.
Praktik korupsi dan suap, baik dari pihak penegak hukum maupun masyarakat, dapat memuluskan atau memperlambat kasus hukum demi keuntungan pribadi. Seringkali terjadi disuatu daerah, tak kala pejabat yang tersandung suatu kasus korupsi, mereka dijadikan ATM oleh aparat penegak hukum sampai masa jabatannya selesai.
Lemahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap proses penegakan hukum menyebabkan terjadinya pembiaran dalam waktu yang lama. Masyarakat tidak sepenuhnya memahami pentingnya penegakan hukum, sehingga kurang mematuhi aturan dan cenderung apatis terhadap berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan di daerah.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum karena praktik-praktik yang tidak adil dan diskriminatif bisa memicu resistensi terhadap penegakan hukum. Lambatnya proses penindakan dari aparat penegak hukum, menimbulkan berbagai macam persepsi di masyarakat, apalagi menyangkut tokoh public dan tokoh politik yang menjadi panutan ditengah-tengah masyarakat. Ketidaksetaraan dalam pengadilan, akibat dari perlakuan yang berbeda terhadap masyarakat, seperti “hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” memperlihatkan diskriminasi dan ketidakadilan dalam penegakan hukum. Hal ini sering terjadi, ketika orang yang berkuasa dan banyak duit sering dimenangkan dalam sebuah peradilan.
Keterbatasan sarana dan fasilitas yang memadai dapat memperlambat proses penegakan hukum. Dalam beberapa kasus terlihat jelas, mondar-mandirnya Tim Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengumpulkan barang bukti, hal ini membuktikan sangat terbatasnya sarana dan fasilitas dari aparat penegak hukum.
Menurut Lawrence M. Friedman, seorang ahli hukum dan sosiologi hukum ternama, penegakan hukum terdiri atas tiga unsur penting, yaitu: struktur hukum (legal structure), budaya hukum (legal culture), dan substansi hukum (legal substance).
Ketiga unsur ini harus berjalan sinergis agar hukum dapat ditegakkan secara efektif. Struktur hukum mengacu pada institusi dan aparat penegak hukum, proses hukum adalah mekanisme pelaksanaan hukum, dan substansi hukum adalah isi aturan itu sendiri.
Di Indonesia, aturan hukum yang tertuang dalam berbagai peraturan perundangundangan sudah sangat banyak dan lengkap. Namun, yang menjadi persoalan utama adalah penegakan hukum yang dirasakan masih lemah dan tidak konsisten. Tidak sedikit Aparat Penegak Hukum yang terjebak diantara penegakan hukum dan uang.
Selama ini, kesalahan sering kali ditimpakan pada aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim. Karena memiliki fungsi yang sangat strategis dalam penegakan hukum.
Tuduhan ini memang tidak sepenuhnya salah. Banyak contoh nyata penyimpangan yang dilakukan oleh oknum aparat, seperti mafia hukum yang akhirnya mengakibatkan pemecatan mereka. Kasus-kasus seperti ini memperlihatkan bahwa ada bagian dari sistem hukum yang tercemar oleh tindakan tidak etis dan korup.
Namun, masyarakat juga harus jujur dan berani mengakui bahwa tidak hanya aparat hukum yang menjadi sumber masalah. Kita sebagai rakyat pun sering kali ikut andil dalam kebobrokan penegakan hukum.
Secara diam-diam, sebagian dari masyarakat sering merusak integritas aparat penegak hukum dengan cara menyuap agar urusan dipermudah, tidak mau antre, atau menghindari sanksi hukum yang semestinya diterima.
Menurut Nurman, salah seorang pemerhati sosial di Pontianak mengatakan “Budaya transaksional yang berkembang inilah yang menjadi akar dari lemahnya penegakan hukum. Ketika nominal uang yang diberikan cukup signifikan, sulit bagi aparat untuk bertahan dari godaan tersebut. Akibatnya, sistem hukum yang seharusnya menjadi penegak keadilan justru menjadi sarang praktik korupsi dan ketidakadilan.” Kata Nurman
“Oleh karena itu, perbaikan system dalam penegakan hukum tidak bisa hanya bergantung pada aparat saja. Kita sebagai rakyat harus berperan aktif dalam mendukung dan menjaga supremasi hukum. Bukan maling teriak maling seperti yang dilakukan oleh beberapa oknum yang mengatasnamakan Organisasi Kemasyarakan di Kalimantan Barat.” Ungkap Nurman
“Mulailah dari hal kecil seperti tidak memberikan suap, menaati aturan, hingga aktif melaporkan tindakan penyimpangan yang kita temui di lapangan. Hanya dengan membangun sinergisitas antara aparat penegak hukum yang bersih dan masyarakat yang taat hukum, penegakan hukum di Kalimantan Barat dapat menjadi lebih baik dan bermartabat.” Pinta Nurman
“Mari kita bersama-sama berkomitmen menjadi bagian dari solusi, bukan masalah, agar negara hukum yang kita bangun ini benar-benar bisa mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.” harap Nurman
Reporter : : Rudy Priyatna
Editor : Denny Purwanto, S.Sos
Layanan Aduan dan Hak Jawab
Alamat: Jl. Pangeran Natakusuma Gg. Bambu No.10, Sungai Bangkong, Kec. Pontianak Kota, Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78113
📧 Email: suaraanakkolong.co.id@gmail.com
📱 WhatsApp Admin Office: +62 895-2372-9167
📱 WhatsApp Tim Redaksi: +62 812-5673-5176
Media Sosial Resmi Suara Anak Kolong
📘 Facebook: @suaraanakkolong.co.id
📸 Instagram: @suaraanakkolong.co.id
🎵 TikTok: @suaraanakkolong.co.id
🐦 Twitter (X): @suaraanakkolong
▶️ YouTube: Suara Anak Kolong Channel
🌐 Website: www.suaraanakkolong.co.id








