Kekayaan tanpa kerja,
Pengetahuan tanpa karakter,
Bisnis tanpa moralitas,
Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan,
Ibadah tanpa pengorbanan,
Politik tanpa prinsip akan menghancurkan suatu bangsa.
(Mahatma Gandhi)
Kenapa Indonesia dirusak kehormatannya, karena sumber-sumber ekonomi dikuasai asing. Namun sayangnya pembela penjajahan ekonomi di Indonesia termasuk kelompok Neoliberalisme. Neoliberalisme adalah seperangkat system ekonomi yang membebaskan kaum pemodal atau kaum kaya menentukan aturannya sendiri agar arus modal mereka tidak terganggu terutama untuk hal-hal berbau social. Negara yang fungsi utamanya adalah menjalankan tugas-tugas social seperti : melayani kesehatan masyarakat, pendidikan dan ekonomi, dikerdilkan dan berperan hanya sebagai “penjaga modal”. Ada lima ciri pokok Neoliberalisme :
- Pertama kekuasaan pasar; penerapan pasar bebas disetiap lini bidang usaha, atau usaha swasta dari ikatan apa pun yang diterapkan oleh pemerintah (Negara), tak peduli seberapa besar kerusakan sosial yang diakibatkannya.
- Kedua Memangkas pembelanjaan publik untuk layanan sosial, seperti pendidikan dan layanan kesehatan. Mengurangi jaringan pengaman untuk kaum miskin dan bahkan biaya perawatan jalan, jembatan, persediaan air bersih, lagi-lagi atas nama mengurangi peran pemerintah. Tentunya, mereka tidak menentang subsidi dan keuntungan pajak bagi bisnis besar.
- Ketiga deregulasi, mengurangi regulasi pemerintah terhadap segala hal yang dapat menekan profit, termasuk perlindungan hidup dan keamanan kerja.
- Keempat privatisasi, menjual perusahaan-perusahaan milik BUMN, barang-barang dan jasa milik Negara kepada investor swasta atau investor asing. Ini termasuk Bank Milik Negara (BUMN). Badan Usaha strategis seperti satelit Indosat, Telekomunikasi, perkeretaapian, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit, dan bahkan air bersih. Biasanya ini dilakukan atas nama efisiensi yang lebih besar, privatisasi terutama berdampak pada pengonsentrasian kekayaan kepada pihak yang jumlahnya semakin sedikit dan menjadikan khalayak umum harus membayar lebih untuk kebutuhannya.
- Kelima menghapus konsep barang public atau komunitas dan menggantikannya dengan tanggung jawab individu. Menekan rakyat yang miskin dalam masyarakat untuk mencari solusi sendiri terhadap minimnya layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan social mereka, kemudian menyalahkan rakyat, bila gagal, dengan dalih rakyat yang miskin itu karena mereka malas kerja.
![]()
Orang-orang Neolib amat membiarkan kaum miskin berjuang sendiri atas kemiskinannya untuk mencari jalan keluar hidupnya, mereka tidak terjamin secara social oleh Negara. Anggapan bagi kaum Neolib bahwa pajak yang dikutip dari usahanya memberatkan, dan mereka menganggap Negara tidak berhak mengambil duitnya untuk disalurkan ke pajak dan membayar kehidupan kaum miskin.
Para Pengusaha yang menganut paham Neoliberalisme senantiasa membangun jaringan Neolib melalui pasar modal dan mereka kebanyakan terdiri dari golongan menengah keatas, mereka berusaha masuk dalam lingkaran pusat kekuasaan, bahkan ada yang menjadi anggota legislatif dan ekskutif seperti anggota DPR, bupati/walikota, gubernur bahkan ada yang jadi menteri. Mereka berusaha masuk dan menjadi pembuat regulasi di Negara ini. Akibatnya kebijakan-kebijakan dibidang ekonomi politik sarat dengan muatan Neoliberalisme. Seharusnya kebijakan ekonomi politik berdasarkan semangat Nasionalisme, tapi kenyataannya kebijakan tersebut mengesampingkan idiologi Pancasila.
Salah satu penyebab serapan semangat nasionalisme ekonomi yang kurang tepat adalah besarnya focus pada struktur kepemilikan investasi dibandingkan manfaat investasi itu sendiri bagi rakyat Indonesia. Penyikapan nasionalisme hadir pula dalam bentuk pembatasan pilihan lokasi penanaman modal. Kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi dibeberapa wilayah membutuhkan upaya khusus agar bisa lebih merata. Namun, upaya pemerataan kesejahteraan tidak dapat tercapai dengan memaksakan pembangunan suatu proyek di wilayah tertentu di Indonesia.
Nilai-nilai dasar yang dimiliki Rakyat dengan budi pekerti yang luhur, sopan dalam menyapa, santun dalam bertindak, bijak dalam berbuat sesuai dengan ajaran leluhur, banyak yang kemudian terpaksa atau suka ikut berubah. Ada senyum yang penuh dengan prasangka. Ada pula politikus yang saling rangkulan mesra, kemudian saling mencekik. Kepalsuan dan kemunafikan merajalela, sementara ketulusan tersingkir. Nilai sebuah kejujuran makin mahal, sementara kebohongan menjadi kebanggaan. Rakyat kecil semakin bingung dan menderita dengan suguhan berita Korupsi para elit politik. Disatu sisi rakyat diharuskan taat dalam membayar pajak sementara disisi yang lain rakyat disajikan berita Korupsi Pejabat yang mengemplang uang Negara, yang meluluhlantakkan perekonomian nasional.
Adapula anak negeri ini yang berubah, lalu sekadar melihat negerinya hanya baik untuk diperas dengan berbagai dalih, dan menggunakan hasilnya untuk kepentingan kelompok. Ada juga sekelompok elit yang membangun daerah, bukan atas dasar keikhlasan, tetapi lebih sebagai dorongan kepentingan kelompok. Mengatasnamakan Suku, Agama, dan Ras hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Hanya untuk mempertahankan periuk dan sesuap nasi, meraka rela mengadaikan agama dan kenyakinan berbangsa dan bernegara. Pemandangan seperti itu sangat mengerikan, dan akan merusak sendi-sendi dasar bernegara dan semangat Nasonalisme yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Memang seringkali, kehalusan budi pekerti dan kelembutan masyarakat dimanfaatkan secara halus untuk mengakali masyarakat. Politik pencitraan sesaat dengan branding Blusukan mewabah dan menjadi trend untuk menarik simpati masyarakat miskin, masyarakat pinggiran yang hidup dibawah garis kemiskinan. Seolah-olah sederhana, seolah-olah merakyat, seolah-olah jujur, seolah-olah lugu. Lalu ada koruptor yang dermawan, yang jadisanjungan banyak orang, dan pendekar suci yang bersih merengek meminta derma padanya untuk biaya-biaya bakti sosialnya. Kita memang terkesan dengan lagu Rocker ternama Ahmad Albar, salah satu liriknya “Dunia ini Panggung Sandiwara”.
Ukuran-ukuran kewajaran ikut bergeser, dan setiap kali kita menemui ukuran kewajaran baru, bersamaan dengan itu kita akan menangis, karena itulah kewajaran untuk kemudian kita semua menerimanya sebagai kewajaran. Pemimpin yang korupsi terus dibela sampai memakan korban jiwa hanya karena balas budi dari kelompok yang menikmati secuil kue hasil korupsi. Semuanya dianggap wajar, sifat kegotongroyongan berubah menjadi lahan mencari uang, demokrasi menjadi tercabik-cabik, ukuran kewajaran membela siapa yang bayar. Semangat Nasionalisme menjadi luntur, sementara Paham Neoliberalisme menjadi trend baru di negeri ini.
Semoga rakyat Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dengan Program Asta Cita nya, menjadi inspirasi dan motivasi bagi generasi muda untuk “bangkit bersama mewujudkan Indonesia Kuat” dan memahami akan pentingnya semangat Nasionalisme dan memiliki kesadaran Nasional berdasarkan Pancasila. Nasionalisme Indonesia adalah pahamnya bangsa Indonesia yang akan diwujudkan sepanjang zaman oleh bangsa Indonesia. Maka kita butuh tokoh bangsa yang memahami sosio demokrasi sebagai sistem perwujudan dari nasionalisme, internasionalisme, dan sosialisme.
Penulis : Nurman A. Mukmin
Media Suara Anak Kolong
Sumber/Penulis: Nurman A. Mukmin
Editor: Amarizar.MD
Red. Sri Sundari








