Pos-pos Terbaru

Home / Anak kolong / Bawaslu / Nasional / Opini / Politik / SUARAANAKKOLONG.CO.ID

Rabu, 12 Februari 2025 - 02:49 WIB

Menelisik Sejarah Pemilu di Indonesia: Dari Masa Awal Hingga Era Pemilu Pasca 2024

Menelisik Sejarah Pemilu di Indonesia: Dari Masa Awal Hingga Era Pemilu Pasca 2024
Oleh: Muhammad Dhanas Amarizar (Anggota Panwaslu Kecamatan 2022-2024 dan PTPS 2019)

Menelisik Sejarah Pemilu di Indonesia: Dari Masa Awal Hingga Era Pemilu Pasca 2024 Oleh: Muhammad Dhanas Amarizar (Anggota Panwaslu Kecamatan 2022-2024 dan PTPS 2019)

Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah demokrasi bangsa ini. Seiring dengan perjalanan waktu, pemilu di Indonesia mengalami berbagai fase, mulai dari masa kolonial, era kemerdekaan, hingga menjadi ajang yang lebih inklusif di era modern 5.0. Sebagai salah satu alat penting dalam sistem pemerintahan demokratis, pemilu memberikan kesempatan bagi rakyat untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat yang akan duduk di lembaga-lembaga legislatif.

Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia adalah suatu peristiwa politik yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan demokrasi bangsa ini. Pemilu tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat, tetapi juga mencerminkan perjalanan panjang sejarah negara Indonesia dalam memperjuangkan demokrasi, kebebasan, dan kesetaraan serta meningkatkan kualitas diri sebagai individu maupun bermasyarakat.

Dalam tulisan ini, akan dibahas secara mendalam sejarah pemilu Indonesia dari masa penjajahan kolonial Belanda hingga perkembangan terkini menuju Pemilu Pasca 2024. Artikel ini bertujuan untuk menguraikan secara mendalam perjalanan pemilu di Indonesia, yang tidak hanya penting sebagai mekanisme politik, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial, budaya, dan perkembangan politik Indonesia.

1. Masa Kolonial Belanda: Awal Mula Terbentuknya Sistem Pemilu

Pada masa penjajahan Belanda, rakyat Indonesia tidak memiliki kebebasan politik yang berarti. Pemerintah kolonial Belanda sangat mengontrol segala aspek kehidupan sosial dan politik di Indonesia, yang menyebabkan rakyat pribumi dipinggirkan dalam pengambilan keputusan politik. Walaupun demikian, pada awal abad ke-20, Belanda mulai mengadakan beberapa bentuk perwakilan politik yang memungkinkan segelintir orang pribumi terlibat dalam sistem politik yang dikendalikan.

Salah satu bentuk perwakilan yang ada pada masa tersebut adalah pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) pada tahun 1918. Dewan ini terdiri dari anggota yang berasal dari berbagai golongan, meskipun sebagian besar kursi dikuasai oleh orang-orang Belanda. Hanya sedikit orang pribumi yang diperbolehkan terlibat di dalamnya, dan itu pun terbatas pada golongan tertentu yang dipilih secara tidak langsung. Di luar itu, rakyat Indonesia tidak memiliki hak untuk memilih pemimpin atau wakil mereka secara bebas.

Volksraad, meskipun terbatas, menjadi simbol dari upaya awal dalam memperkenalkan konsep perwakilan politik di Indonesia. Namun, sistem ini sangat tidak demokratis dan lebih merupakan sarana bagi pemerintah kolonial untuk memantau pergerakan rakyat Indonesia.

2. Masa Kemerdekaan Awal (1945 – 1955): Pemilu Pertama yang Bersejarah

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia dihadapkan pada tugas besar untuk membangun sistem pemerintahan yang demokratis. Salah satu langkah penting yang diambil adalah penyelenggaraan Pemilu 1955, yang menjadi pemilu pertama di Indonesia setelah kemerdekaan.

Pemilu 1955 diadakan pada tanggal 29 September 1955, untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Konstituante yang bertugas merumuskan Undang-Undang Dasar yang baru. Pemilu ini menggunakan sistem perwakilan proporsional dan diikuti oleh banyak partai politik yang mencerminkan keragaman masyarakat Indonesia. Pemilu ini berhasil diadakan dengan partisipasi yang sangat tinggi, yakni sekitar 92,29%.

Pemilu 1955 menghasilkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terdiri dari 257 anggota yang mewakili berbagai partai, termasuk Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, dan Nahdlatul Ulama (NU). Pemilu ini juga menghasilkan Konstituante yang akan merumuskan Undang-Undang Dasar baru, meskipun pada akhirnya tugas tersebut tidak berhasil diselesaikan karena ketidaksetujuan antar partai politik.

Pemilu 1955 bisa dikatakan sebagai momen penting dalam sejarah demokrasi Indonesia, karena untuk pertama kalinya rakyat Indonesia secara langsung memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif. Namun, dinamika politik yang berkembang akhirnya menyebabkan terjadinya pergeseran dalam sistem pemerintahan Indonesia pada masa-masa berikutnya.

3.  Masa Orde Lama (1959 – 1965): Pemilu dalam Kondisi Tidak Stabil

Pada 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 1959, yang membubarkan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Indonesia memasuki periode Orde Lama, yang diwarnai dengan ketidakstabilan politik, pemberontakan, dan pengaruh besar dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Keadaan politik yang penuh ketegangan ini menyebabkan pemilu-pemilu yang diadakan pada masa tersebut lebih bersifat prosedural dan tidak mencerminkan keberagaman aspirasi rakyat.

Baca Juga  Kapolresta Pontianak Pimpin Apel Pengamanan Malam Takbiran Idul Fitri 1446 H

Pemilu terakhir yang diadakan pada masa Orde Lama adalah Pemilu 1965, yang hanya menghasilkan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang terdiri dari perwakilan dari berbagai golongan, termasuk militer dan organisasi sosial politik. Pemilu 1965 ini tidak mengubah arah politik Indonesia yang semakin terpusat pada Presiden Sukarno.

Setelah pemilu tersebut, kondisi politik yang semakin tidak stabil membawa Indonesia pada perubahan besar. Pada tahun 1966, melalui Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret), Jenderal Soeharto menggantikan Sukarno dan mengawali era Orde Baru yang penuh dengan otoritarianisme.

4. Masa Orde Baru (1966 – 1998): Pemilu yang cenderung diklaim Otoritarian

Setelah Soeharto naik ke tampuk kekuasaan, Indonesia memasuki era Orde Baru yang berlangsung hingga 1998. Dalam era ini, pemilu menjadi alat untuk mempertahankan stabilitas politik dan memperkuat kekuasaan Soeharto. Partai Golongan Karya (Golkar) menjadi kekuatan dominan dalam politik Indonesia dan diklaim banyak mengontrol hampir semua aspek pemerintahan, termasuk proses pemilu.

Pada masa Orde Baru, Pemilu 1971 menandai dimulainya sistem pemilu yang lebih terorganisir, meskipun tetap dalam kendali pemerintah. Pemilu ini diadakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sistem pemilu yang diterapkan pada masa ini cenderung memberikan dominasi pada Golkar, sementara partai-partai lainnya, seperti PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia), lebih banyak berada dalam pengawasan ketat pemerintah.

Pemilu 1971 dan pemilu-pemilu berikutnya pada masa Orde Baru dilaksanakan dengan tingkat partisipasi yang tinggi, namun sering dikritik karena tidak mencerminkan kebebasan politik yang sesungguhnya. Pemilu di masa ini lebih berfokus pada pencitraan pemerintah Soeharto sebagai penguasa yang sah, bukan pada kebebasan memilih yang sesungguhnya.

5. Era Reformasi (1998 – Sekarang): Kebangkitan Demokrasi dan Pemilu Langsung

Reformasi yang dimulai pada tahun 1998, yang mengakhiri pemerintahan Soeharto, membawa perubahan besar dalam sistem politik Indonesia. Pemilu 1999 menjadi pemilu pertama setelah masa Orde Baru dan menandai kebangkitan sistem demokrasi yang lebih terbuka.

Pemilu 1999 diadakan dengan lebih terbuka dan pluralis, dengan lebih dari 40 partai politik yang berkompetisi. Pemilu ini juga mengubah cara pemilihan presiden, yang sebelumnya dilakukan melalui pemilihan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), kini beralih menjadi pemilihan presiden langsung oleh rakyat. Pemilu ini menghasilkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden dan Megawati Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden.

Pemilu 2004 menjadi lebih penting lagi karena pertama kalinya Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui sistem dua putaran jika tidak ada calon yang meraih lebih dari 50% suara. Pemilu 2004 ini menghasilkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden setelah mengalahkan Megawati Soekarnoputri dalam putaran kedua.

Pemilu 2009 dan Pemilu 2014 semakin mengukuhkan demokrasi Indonesia, dengan sistem pemilu yang lebih terstruktur dan lebih mengutamakan prinsip-prinsip transparansi dan keadilan.

6. Pemilu 2019: Pemilu Serentak Pertama di Indonesia

Pemilu 2019 di Indonesia adalah pemilu pertama yang menggabungkan pemilihan Presiden dan DPR dalam satu waktu. Ini adalah pemilu yang sangat besar dan kompleks karena melibatkan pemilihan di tingkat nasional dan daerah. Selain itu, untuk pertama kalinya Indonesia juga mengadakan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden secara serentak pada hari yang sama.

Pemilu 2019 berhasil digelar dengan tingkat partisipasi yang tinggi, yaitu sekitar 81,93%. Pemilu ini diikuti oleh 16 partai politik dengan Joko Widodo terpilih kembali sebagai Presiden dan Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden.

Data Pemilu 2019:
Jumlah pemilih: 192,8 juta orang
Jumlah partai politik: 16 partai
Partisipasi pemilih: 81,93%
Presiden terpilih: Joko Widodo dan Ma’ruf Amin

7. Pemilu 2024 : Menyongsong Demokrasi yang Lebih Maju

Pemilu 2024 menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia karena untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemilu legislatif, presiden, dan daerah akan dilakukan serentak dengan perlahan menuju penerapan sistem e-voting dan proses digitalisasi pemilu. Tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana memastikan transparansi, keadilan, dan keamanan pemilu serta meningkatkan kedewasaan berpolitik di tengah pesatnya perkembangan teknologi.

Baca Juga  Tim Gabungan Polres Ketapang dan Distanakbun Nilai Program P2B di Peternakan Kambing Dalong Mandiri

Data Pemilu 2024 (perkiraan):
Jumlah pemilih: Diperkirakan lebih dari 200 juta orang
Partisipasi pemilih: Diharapkan lebih dari 80%
Pemilu serentak: Pemilu legislatif dan presiden dilakukan pada hari yang sama.

Pemilu 2024 ini menjadi ujian besar bagi demokrasi Indonesia, mengingat pentingnya menanggapi tuntutan publik terhadap pembangunan sistem yang lebih bermartabat, efektif, efisien, transparan, akurat, dan cepat.

Tantangan Pemilu Kedepannya:

E-voting: Proses digitalisasi pemilu yang semakin pesat, memungkinan penggunaan teknologi dalam penghitungan suara juga berdampak pada penurunan konflik dilapangan namun tetap harus diwaspadai terkait kejahatan digital dan akses jaringan internet di daerah daerah tertentu.

Partisipasi politik yang lebih tinggi: kontestasi pemilu kedepan sangat luwes dan memberikan ruang terbuka luas memungkinkan terjadinya pemilihan 2 (dua) putaran. Mekanisme sistem tersebut diharapkan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, pemilu 2024 akan menjadi pemilu yang lebih inklusif . Peningkatan interaksi dan sosialisasi lapangan disertai seruan kampanye terbuka peduli pemilu sehat dan bermartabat seyogyanya perlu digalakan.

Kedewasaan berpolitik juga menjadi salah satu tantangan utama dalam memastikan pemilu di Indonesia berjalan baik dan menghasilkan pemimpin yang benar-benar representatif bagi rakyat. Demokrasi yang sehat tidak hanya bergantung pada sistem pemilu yang baik, tetapi juga pada sikap dan perilaku para aktor politik dan masyarakat dalam berpartisipasi pada proses politik.

Kesimpulan

Pemilu di Indonesia telah berkembang jauh sejak masa kolonial hingga menjadi sistem demokrasi yang lebih matang dan terbuka. Dari pemilu pertama yang penuh tantangan hingga pemilu serentak yang semakin kompleks, Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk terus meningkatkan kualitas demokrasi. Proses panjang ini adalah cerminan dari perjalanan negara ini dalam memperjuangkan kebebasan, keadilan, dan partisipasi rakyat dalam kehidupan politik serta mengukuhkan persatuan dan persaudaraan.

Pemilu bukan hanya sekadar mekanisme untuk memilih pemimpin atau wakil rakyat, tetapi lebih dari itu, pemilu juga menjadi simbol kebebasan, persatuan, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Perjalanan panjang ini harus dipahami sebagai upaya bersama dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan berbasis pada kehendak rakyat. Dengan begitu, meskipun ada berbagai tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemilu, demokrasi Indonesia terus berkembang dan memperlihatkan kemajuan.

Pemilu pasca 2024, kedepannya akan menjadi salah satu ujian terbesar bagi demokrasi Indonesia, dan menjadi momentum penting dalam meningkatkan kualitas pemilu yang lebih baik lagi di masa depan.

Dengan semakin majunya teknologi, pemilu yang lebih digital akan mempermudah akses masyarakat untuk berpartisipasi dan memberikan suara. Namun, tantangan utama adalah memastikan agar sistem yang baru ini dapat menghindari manipulasi data, serta bersama sama tetap menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.

Kedepannya, kita berharap bahwa pemilu di Indonesia tidak hanya menjadi pesta demokrasi yang menyenangkan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai luhur berkeadilan, keterbukaan, dan integritas serta berjiwa kesatria yang menjadi pondasi bagi negara demokrasi yang lebih kuat dan makmur dalam rangka ikhtiar bersama untuk satu tujuan, yakni cita cinta bangsa dalam bernegara.

Menelisik Sejarah Pemilu di Indonesia: Dari Masa Awal Hingga Pemilu Pasca 2024
Oleh : Muhammad Dhanas Amarizar adalah seorang praktisi dalam dunia pengawasan pemilu, yang pernah menjadi anggota Panwaslu Tingkat Kecamatan pada periode 2022-2024 dan pernah berperan sebagai PTPS pada Pemilu 2019. Dengan pengalaman langsung di lapangan, ia memiliki wawasan mendalam tentang berbagai tantangan yang dihadapi dalam proses pemilu di Indonesia. Artikel ini merupakan hasil refleksi dari pengalaman serta pengamatannya terhadap dinamika pemilu di tanah air, serta pemikirannya mengenai kedewasaan berpolitik yang bermartabat dan berdaulat menjadi salah satu kunci bagi keberhasilan demokrasi yang sehat juga membawa nilai nilai luhur di Indonesia menuju cita cita bernegara dan berbangsa.

 

Referensi :
1. Aziz, Viryan. Asal Usul Manajemen Pemilu Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2022.
2. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). (2020). Sejarah Pemilu di Indonesia. Jakarta: Bawaslu RI.
3. Badan Pusat Statistik (BPS). Statistik terkait pemilu, demografi pemilih, dan data sosial-ekonomi lainnya dapat ditemukan di www.bps.go.id.
4. Indrayana, Denny. Demokrasi Indonesia: Sebuah Pemilu yang Membingungkan. Jakarta: Penerbit Gramedia, 2011.
5. Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. (2023). Panduan Pemilu Serentak 2024. Jakarta: Kemendagri.
6. Komisi Pemilihan Umum (KPU). (2019). Laporan Pemilu 2019. Jakarta: KPU.
7. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. Data resmi pemilu, partisipasi pemilih, dan hasil pemilu Indonesia dapat diakses melalui situs resmi KPU www.kpu.go.id.
8. Media Indonesia. (2019). Pemilu 2019: Evaluasi dan Dampaknya terhadap Politik Indonesia. Jakarta: Media Indonesia.
9. Undang-Undang Pemilu. Lihat UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di www.hukumonline.com.

Share :

Baca Juga

Anak kolong

H. Yuliansyah Sampaikan Doa dan Harapan di Hari Ulang Tahun H. Ria Norsan

Anak kolong

H. Yuliansyah,SE Anggota DPR RI Komisi V, Hadiri Pertemuan Bersama Pengurus PARMUSI di Pontianak
Penutupan Turnamen Bilyard Yuliansyah Cup: Semangat Olahraga dan Kebersamaan di Pontianak

Anak kolong

Penutupan Turnamen Bilyard Yuliansyah Cup: Semangat Olahraga dan Kebersamaan di Pontianak
Oleh: Nabilah Syakib Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Anak kolong

Strategi Peningkatan Daya Saing Lulusan SMK di Dunia Kerja
Yuliansyah Hadiri Pelantikan JKSN Kalbar, Perkuat Sinergi Kyai dan Santri dalam Pembangunan Daerah

Artikel

Yuliansyah Hadiri Pelantikan JKSN Kalbar, Perkuat Sinergi Kyai dan Santri dalam Pembangunan Daerah

Anak kolong

Yuliansyah, S.E Tinjau Perencanaan Normalisasi Sungai di Muara Kakap

Anak kolong

Dian Eka Muchairi hadiri kegiatan Workshop Digital Marketing, Level up Your AI Skill “Branding & Storytelling Di Era Kecerdasan Buatan”

Anak kolong

Kuliah Umum STBHB Kupas Peran Strategis Generasi Muda Dalam Pembangunan NKRI, Pendidikan Jadi Senjata Mengubah Bangsa